Langkah Koordinator Pertanahan Kampung Cirapuhan
Langkah Koordinator Pertanahan Kampung Cirapuhan
Mangingat :
Penerapan konsep Trias Politika (pemisahan kekuasaan) di Indonesia dikuatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), terutama diatur pada pasal-pasal yang menetapkan pembagian kekuasaan legislatif (DPR/DPD), eksekutif (Presiden), dan yudikatif (Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi).
Trias politica adalah konsep politik pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga fungsi utama: eksekutif (pelaksana undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang), dan yudikatif (penegak keadilan dan penafsir undang-undang). Konsep ini bertujuan mencegah kekuasaan absolut dan memastikan agar kekuasaan dapat saling mengimbangi dan mengawasi (sistem check and balances). Konsep ini awalnya dikemukakan oleh John Locke dan kemudian dikembangkan oleh Montesquieu.
Tujuan Utama Trias Politica
- Dengan membagi kekuasaan, tidak ada satu lembaga yang memiliki kekuasaan penuh dan mutlak.
- Ini mencegah kesewenang-wenangan pemerintah dan melindungi hak asasi manusia.
- Lembaga-lembaga yang terpisah ini saling mengawasi dan mengimbangi satu sama lain untuk menciptakan pemerintahan yang seimbang dan stabil.
Pembagian Kekuasaan Trias Politica
- Kekuasaan Legislatif: Bertanggung jawab untuk membuat dan mengesahkan undang-undang.
- Kekuasaan Eksekutif: Bertugas untuk menjalankan dan mengimplementasikan undang-undang yang telah dibuat.
- Kekuasaan Yudikatif: Berfungsi untuk menafsirkan dan menegakkan keadilan serta menjatuhkan hukuman kepada pelanggar hukum.
Penerapan Trias Politica di Indonesia
Indonesia menganut konsep trias politica ini, meskipun tidak secara mutlak. Konsep pemisahan kekuasaan di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, di mana kekuasaan dibagi menjadi tiga fungsi utama yang saling berkaitan.
- Legislatif: Diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang bersama-sama membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
- Eksekutif: Dipegang oleh Presiden dan Wakil Presiden beserta kabinet menterinya.
- Yudikatif: Dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), yang bertanggung jawab dalam penyelesaian perkara hukum dan pengujian undang-undang.
Berikut adalah beberapa pasal kunci yang terkait dengan Trias Politika:
- Pasal 20 ayat (1): Menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang.
- Pasal 22H: Menyebutkan pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bersama dengan DPR memegang kekuasaan legislatif.
- Pasal 20 ayat (1): Menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang.
- Pasal 4 ayat (1): Menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".
- Pasal 4 ayat (1): Menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".
- Pasal 24 ayat (1): Menegaskan bahwa "kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
- Panglima tertinggi angkatan perang Indonesia dalam keadaan darurat berada pada Pasal 1 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang menyatakan bahwa Presiden adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang berwenang menyatakan keadaan darurat. Wewenang ini juga dipertegas dalam Pasal 3 ayat (1) bahwa Penguasa Tertinggi dalam keadaan bahaya adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Militer Pusat.Detail Pasal dan Kewenangan:
- :
- Presiden, selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang, memiliki wewenang untuk menyatakan seluruh atau sebagian wilayah Indonesia dalam keadaan darurat (sipil, militer, atau perang).
- Kondisi ini dapat diumumkan jika keamanan dan ketertiban terancam oleh pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, atau bahaya yang mengancam kehidupan negara.
- :
- Menjelaskan bahwa Penguasa Tertinggi dalam keadaan bahaya adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang bertindak sebagai Penguasa Darurat Militer Pusat.
- :
- Wewenang Presiden untuk menyatakan keadaan darurat juga didasarkan pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang memungkinkan Presiden menetapkan Perppu dalam keadaan genting yang memaksa.
- Hak presiden untuk memberikan amnesti, rehabilitasi, dan abolisi diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, dengan pertimbangan yang berbeda untuk setiap jenis pengampunan:
- Rehabilitasi dan Grasi: Diberikan dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
- Amnesti dan Abolisi: Diberikan dengan memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penjelasan Lengkap:Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi sebagai bagian dari hak prerogatifnya. Namun, terdapat perbedaan dalam mekanisme pemberiannya:- Pengampunan yang menghapus atau mengurangi pelaksanaan pidana kepada terpidana.
- Pemulihan hak-hak terpidana yang telah hilang, yang diberikan kepada terpidana yang ternyata kemudian dinyatakan tidak bersalah.
- Penghapusan akibat hukum pidana dari suatu perbuatan pidana terhadap orang yang bersangkutan.
- Penghentian suatu proses pemeriksaan atau pengusutan perkara pidana sebelum adanya putusan pengadilan.
Perbedaan Mekanisme Pemberian:- mengatur tentang pemberian grasi dan rehabilitasi oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.
- mengatur tentang pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Bahwa bersama ini kami : - Rehabilitasi dan Grasi: Diberikan dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Komentar
Posting Komentar